"Jurang yang dalam, pisahkan kita. Yang tak mungkin, untuk dilalui. Biarlah lagu cinta ini, terdengar dalam kalbu." Ada Band - Senandung Lagu Cinta
"Tuhan memang satu, kita yang tak sama. Haruskah aku lantas pergi, meski cinta takkan bisa pergi."
Marcell - Peri Cintaku
* * *
Mungkin, kedua lagu di atas, sedikit nggak nyambung satu sama lain. Yang satu lagunya terpisah karena yang dicintainya sudah memiliki yang lain, yang satu lagunya terpisah karena agama. Dan mungkin, beberapa teman (juga diri gue) mengalami hal yang seperti itu.
(Katakanlah) gue sedang memikirkan orang yang seharusnya nggak gue pikirin. Entah kenapa dia mendadak datang ke hidup gue, atau gue baru menyadari, bahwa dia sudah berada di dalam lingkaran hidup gue. Kenalnya juga bukan kenal karena "Hai, kenalan dong." malah kalo boleh dibilang, ya kenalnya juga karena dia mendadak ada di tempat gue melakukan kegiatan tambahan di kampus. Dan nanya sama junior gue "dia siapa sih? kok mendadak ada di sini?" dan gue ama junior gue jadi ngata-ngatain dia sama junior gue yang satunya lagi. Ngatain mereka cinlok dan akan segala macem, eh malah gue yang kena.
Awal gue naksir dia juga kayaknya nggak cliché semacam kayak sinetron gitu. Berantem-berantem di awal, terus jatuh cinta di akhir. Atau drama diam diam suka lalu menjadi gila. nope. Gue naksir ehem mulai memikirkan dia, karena sering ketemu, ngobrol, dan bertukar pendapat (meskipun pada akhirnya ya punya pendapat yang sama)
Mulai dari perhatian kecil, dan kelakuan (yang memang manner seharusnya) sopan ke perempuan, dan inget hal detail, it amazes me. Dengan susahnya mencari cowok -belum ketemu aja kali ya, gausah tersinggung guys- dia kayak one in a million (macem lagu aja sih gue ini, apalah)
Mungkin, guenya juga yang ke-geer-an dengan niat baik dia, jadi ya gue sedikit mengira ada apa-apa.
Sekalinya ada apa-apa pun, gue akan kepikiran. Dan ini adalah tentang keyakinan kita masing-masing.
Kadang, gue (atau pasangan di luar sana yang mengalami kayak gue) bertanya sama Tuhan, kenapa dipertemukan dan jatuh cinta dengan orang yang berbeda atau sudah berpasangan (ini sih amit-amit, masa iya mau jadi pihak ketiga) Rasanya egois aja, kenapa Ia menciptakan kita berbeda, membuat kita jatuh cinta dengan yang berbeda, atau apapun itu.
Tapi gue sadar. Seharusnya gue nggak bertanya kepada Tuhan. Seharusnya gue bertanya kepada diri gue sendiri, "Kenapa gue membiarkan diri gue, menaruh hati kepada orang yang salah?"
Mungkin, sering kali, kita jatuh cinta kepada orang yang -menurut kita- salah karena kita merasakan suatu tantangan untuk melanggar aturan tersebut. Katanya dengan menantang adrenalin lo itu, lo bakalan merasa hidup tapi setelah gue telaah, "sampai kapan lo membiarkan adrenalin lo itu membuat lo merasa hidup dan mungkin ujungnya akan menyakiti diri lo sendiri?"
Meskipun rada nggak nyambung dan sok bijak, gue juga belom bisa memngatur diri gue, supaya nggak terus-terusan melanjutkan hal yang harusnya nggak gue lanjutkan.
Tapi ya begitu. Hati manusia siapa yang tau. Dia nggak pernah terkoneksi sama otak yang selalu menggunakan logika. Mungkin, di otak gue udah sering berkata: "Udahlah Tik, stop." atau "Nggak mungin deh Tik. Beda agama. Dia juga pasti mikir." tapi hati gue terkadang "Kenapa nggak dicoba aja sampai dia bilang enggak?" Emang bego sih terkadang. But that's love. It makes us such a fool.
"Tuhan memang satu, kita yang tak sama. Haruskah aku lantas pergi, meski cinta takkan bisa pergi."
Marcell - Peri Cintaku
* * *
Mungkin, kedua lagu di atas, sedikit nggak nyambung satu sama lain. Yang satu lagunya terpisah karena yang dicintainya sudah memiliki yang lain, yang satu lagunya terpisah karena agama. Dan mungkin, beberapa teman (juga diri gue) mengalami hal yang seperti itu.
(Katakanlah) gue sedang memikirkan orang yang seharusnya nggak gue pikirin. Entah kenapa dia mendadak datang ke hidup gue, atau gue baru menyadari, bahwa dia sudah berada di dalam lingkaran hidup gue. Kenalnya juga bukan kenal karena "Hai, kenalan dong." malah kalo boleh dibilang, ya kenalnya juga karena dia mendadak ada di tempat gue melakukan kegiatan tambahan di kampus. Dan nanya sama junior gue "dia siapa sih? kok mendadak ada di sini?" dan gue ama junior gue jadi ngata-ngatain dia sama junior gue yang satunya lagi. Ngatain mereka cinlok dan akan segala macem, eh malah gue yang kena.
Awal gue naksir dia juga kayaknya nggak cliché semacam kayak sinetron gitu. Berantem-berantem di awal, terus jatuh cinta di akhir. Atau drama diam diam suka lalu menjadi gila. nope. Gue naksir ehem mulai memikirkan dia, karena sering ketemu, ngobrol, dan bertukar pendapat (meskipun pada akhirnya ya punya pendapat yang sama)
Mulai dari perhatian kecil, dan kelakuan (yang memang manner seharusnya) sopan ke perempuan, dan inget hal detail, it amazes me. Dengan susahnya mencari cowok -belum ketemu aja kali ya, gausah tersinggung guys- dia kayak one in a million (macem lagu aja sih gue ini, apalah)
Mungkin, guenya juga yang ke-geer-an dengan niat baik dia, jadi ya gue sedikit mengira ada apa-apa.
Sekalinya ada apa-apa pun, gue akan kepikiran. Dan ini adalah tentang keyakinan kita masing-masing.
Kadang, gue (atau pasangan di luar sana yang mengalami kayak gue) bertanya sama Tuhan, kenapa dipertemukan dan jatuh cinta dengan orang yang berbeda atau sudah berpasangan (ini sih amit-amit, masa iya mau jadi pihak ketiga) Rasanya egois aja, kenapa Ia menciptakan kita berbeda, membuat kita jatuh cinta dengan yang berbeda, atau apapun itu.
Tapi gue sadar. Seharusnya gue nggak bertanya kepada Tuhan. Seharusnya gue bertanya kepada diri gue sendiri, "Kenapa gue membiarkan diri gue, menaruh hati kepada orang yang salah?"
Mungkin, sering kali, kita jatuh cinta kepada orang yang -menurut kita- salah karena kita merasakan suatu tantangan untuk melanggar aturan tersebut. Katanya dengan menantang adrenalin lo itu, lo bakalan merasa hidup tapi setelah gue telaah, "sampai kapan lo membiarkan adrenalin lo itu membuat lo merasa hidup dan mungkin ujungnya akan menyakiti diri lo sendiri?"
Meskipun rada nggak nyambung dan sok bijak, gue juga belom bisa memngatur diri gue, supaya nggak terus-terusan melanjutkan hal yang harusnya nggak gue lanjutkan.
Tapi ya begitu. Hati manusia siapa yang tau. Dia nggak pernah terkoneksi sama otak yang selalu menggunakan logika. Mungkin, di otak gue udah sering berkata: "Udahlah Tik, stop." atau "Nggak mungin deh Tik. Beda agama. Dia juga pasti mikir." tapi hati gue terkadang "Kenapa nggak dicoba aja sampai dia bilang enggak?" Emang bego sih terkadang. But that's love. It makes us such a fool.
No comments:
Post a Comment